Cerita ini saya ambil dari blognya Iwan Alnarus Kautsar yang menulis buku Menjadi Pengembang Blankon sebuah ajakan untuk membangun negeri ini, silahkan kunjungi blognya di http://irwanak.blogspot.com semoga aja tulisan ini menginspirasi para pengajar Indonesia. ini tulisannya
Awalnya selalu bertanya. Salahkah saya mengedepankan pembangunan karakter ? Salahkah jika saya punya prinsip, Ilmu yang saya ajar nomor 2, tapi karakter kejujuran,ketekunan no 1 ? Pengajaran nomor 2, pendidikan nomor satu. sesuai wejangan pak robandi, mengajar itu menjadikan orang pintar, mendidik menjadikan orang baik.
1. Tidak perlu mengikuti pelajaran. Toh percuma karena sudah mendapatkan nilai 100.
2. Tidak perlu menuliskan jawaban apapun saat ujian. ya percuma juga karena sudah mendapatkan nilai 100.
3. Bahkan tidak perlu datang saat UTS atau UAS. Toh juga percuma karena sudah mendapatkan nilai 100.
Opsi kedua yaitu : peserta didik hanya perlu berperilaku jujur, jika tidak bisa dalam suatu test/ujian, ya sudah diisikan apa adanya, sehingga ketika mendapatkan nilai SKM dibawah SKM maka:
1. Peserta didik tersebut kita interview, susahnya mana ? dimana?
2.Training ulang layaknya remidi seharusnya. Karena remidi tidak sama dengan tes ulang.
3. Di lakukan ulangan ulang dengan soal berbeda atau sama.
Ya tentunya opsi kedua tersebut memberatkan dan menambah beban kerja kita sebagai pendidik, saya rasa itu worth it, jika melihat apa yang anak didik kita dapat, pengetahuan dapat, nilai dapat dan yang penting, karakter kejujuran dan ketekunan dapat. Baik disisi peserta didik dan tentu pendidik. sehingga rekan pendidik lain heran jika saya meninggalkan siswa disaat memberikan ulangan:”kok tidak dijaga pak..?”, dikarenakan tidak melakukn pengawasan. Saya jawab:”Saya lebih percaya peserta didik saya, lebih dibandingkan wakil saya di senayan. Saya pendidik, bukan pengajar.” Bagaimana dengan rekan sekalian ?
0 komentar:
Posting Komentar