Kota Palembang di penghujung bulan November yang lalu menjadi tuan rumah FESTIVAL KERATON NUSANTARA VII!
Sebanyak 155 kerajaan, kesultanan dan lembaga adat Nusantara menghadiri Festival Keraton Nusantara VII di Palembang, 26-28 November 2010.
Kegiatan ini merupakan salah satu upaya peningkatan kepedulian terhadap adat, istiadat dan budaya asli masing-masing daerah.
Sebagai putra Palembang, saya bermaksud membagi betapa keragaman budaya khas bumi Sriwijaya, telah mengakar hingga sekarang...
Dan keberagaman adat dan budaya ini merupakan kekayaan yang patut dibanggakan bangsa, karenanya harus terus dipertahankan sehingga lestari sampai akhir zaman.
Berikut deskripsi tentang kota Palembang dan keragaman budayanya, yang materinya saya kutip dari blog UN!K 77...
Kota Palembang adalah salah satu kota besar di Indonesia yang juga merupakan ibu kota provinsi Sumatera Selatan.
Palembang merupakan kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan.
Kota ini dahulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya, sebelum kemudian berpindah ke Jambi.
Bukit Siguntang, di bagian barat Kota Palembang, hingga sekarang masih dikeramatkan banyak orang dan dianggap sebagai bekas pusat kesucian di masa lalu.
Palembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan dari prasasti Kedukan Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 682 Masehi.
Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.
Kota ini diserang beberapa kali oleh kekuatan asing, dimana kerusakan terparah terjadi saat penyerangan pasukan Jawa tahun 990 dan invasi kerajaan Chola tahun 1025.
Namun sekarang kota ini tengah berbenah dan semakin mempercantik diri untuk menjadi sebuah kota internasional.
IKON KOTA PALEMBANG:
Jembatan Ampera adalah sebuah jembatan di kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia.
Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang kota, terletak di tengah-tengah kota Palembang, menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi.
Pada awalnya, bagian tengah badan jembatan ini bisa diangkat ke atas agar tiang kapal yang lewat dibawahnya tidak tersangkut badan jembatan.
Bagian tengah jembatan dapat diangkat dengan peralatan mekanis, dua bandul pemberat masing-masing sekitar 500 ton di dua menaranya.
Kecepatan pengangkatannya sekitar 10 meter per menit dengan total waktu yang diperlukan untuk mengangkat penuh jembatan selama 30 menit.
Pada saat bagian tengah jembatan diangkat, kapal dengan ukuran lebar 60 meter dan dengan tinggi maksimum 44,50 meter, bisa lewat mengarungi Sungai Musi.
Bila bagian tengah jembatan ini tidak diangkat, tinggi kapal maksimum yang bisa lewat di bawah Jembatan Ampera hanya sembilan meter dari permukaan air sungai.
Sejak tahun 1970, aktivitas turun naik bagian tengah jembatan ini sudah tidak dilakukan lagi.
Alasannya, waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan ini dianggap mengganggu arus lalu lintas di atasnya.
Pada tahun 1990, kedua bandul pemberat di menara jembatan ini diturunkan untuk menghindari jatuhnya kedua beban pemberat ini
Benteng Kuto Besak atau yang disebut oleh orang Palembang BKB adalah bangunan keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang.
Gagasan mendirikan Benteng Kuto Besar di prakarsai oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah pada tahun 1724-1758 dan pelaksanaan pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya yaitu Sultan Mahmud Bahauddin yang memerintah pada tahun 1776-1803. Sultan Mahmud Bahauddin ini adalah seorang tokoh kesultanan Palembang Darussalam yang realistis dan praktis dalam perdagangan Internasional serta seorang agamawan yang menjadikan Palembang sebagai pusat sastra agama di Nusantara.
Menandai perannya sebagai sultan ia pindah dari Keraton Kuto Lamo ke Kuto Besak. Belanda menyebut Kuto Besak sebagai nieuwe keraton alias keraton baru.
Benteng ini mulai dibangun pada tahun 1780 dengn arsitek yang tidak diketahui dengan pasti dan pelaksanaan pengawasan pekerjaan dipercayakan pada seorang Tionghoa.
Semen perekat bata dipergunakan batu kapur yang ada di daerah pedalaman Sungai Ogan ditambah dengan putih telur.
Waktu yang dipergunakan untuk membangun Kuto Besak ini kurang lebih 17 tahun.
Ditempati secara resmi pada hari Senin pada tanggal 21 Feburari 1797.
Gending Sriwijaya
Ya, Tarian ini digelar untuk menyambut para tamu istimewa yang bekunjung ke daerah tersebut, seperti kepala negara Republik Indonesia, menteri kabinet, kepala negara/ pemerintahan negara sahabat, duta-duta besar atau yang dianggap setara dengan itu.
Untuk menyambut para tamu agung itu digelar suatu tarian tradisional yang salah satunya adalah Gending Sriwijaya, tarian ini berasal dari masa kejayaan kemaharajaan Sriwijaya di Kota Palembang yang mencerminkan sikap tuan rumah yang ramah, gembira dan bahagia, tulus dan terbuka terhadap tamu yang istimewa itu.
Tarian Gending Sriwijaya digelarkan 9 penari muda dan cantik-cantik yang berbusana Adat Aesan Gede, Selendang Mantri, paksangkong, Dodot dan Tanggai.
Mereka merupakan penari inti yang dikawal dua penari lainnya membawa payung dan tombak. Sedang di belakang sekali adalah penyanyi Gending Sriwijaya.
Namun saat ini peran penyanyi dan musik pengiring ini sudah lebih banyak digantikan tape recorder.
Dalam bentuk aslinya musik pengiring ini terdiri dari gamelan dan gong. Sedang peran pengawal terkadang ditiadakan, terutama apabila tarian itu dipertunjukkan dalam gedung atau panggung tertutup.
Penari paling depan membawa tepak sebagai Sekapur Sirih untuk dipersembahkan kepada tamu istimewa yang datang, diiringi dua penari yang membawa pridon terbuat dari kuningan.
Persembahan Sekapur Sirih ini menurut aslinya hanya dilakukan oleh putri raja, sultan, atau bangsawan.
Pembawa pridon biasanya adalah sahabat akrab atau inang pengasuh sang putri.
Demikianlah pula penari-penari lainnya.
Makanan Khas Palembang:
Kota ini memiliki komunitas Tionghoa cukup besar.
Makanan seperti pempek atau tekwan yang terbuat dari ikan mengesankan "Chinese taste" yang kental pada masyarakat Palembang, dan inilah ragamnya:
Pempek
Tekwan
Model
Laksan
Celimpungan
Mie Celor
Burgo
Pindang Patin
Pindang Tulang
Malbi
Tempoyak
Otak - otak
Kemplang
Kerupuk
Kue Maksubah
Kue Delapan Jam
Kue Srikayo
Martabak HAR
Stadion Kebanggaan Palembang :
Stadion Gelora Sriwijaya dibangun dalam rangka penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional XVI di tahun 2004.
Stadion ini terletak di daerah Jakabaring, di bagian selatan Palembang.
Bentuk dari stadion diilhami dari bentuk layar perahu terkembang dan diberi nama berdasarkan kebesaran Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang di masa lampau.
Di stadion berkapasitas 40.000 tempat duduk ini pernah digelar dua pertandingan dalam lanjutan Piala Asia AFC 2007, yaitu babak penyisihan grup D antara Arab Saudi dan Bahrain serta perebutan tempat ke-tiga antara Korea Selatan dengan Jepang.
Selain itu, stadion ini merupakan homebase bagi klub sepak bola Palembang, Sriwijaya Football Club Sriwijaya FC yang merupakan klub sepak bola kebanggaan masyarakat Palembang.
(Ditulis ulang oleh: Isaac Ahmed , berdasarkan posting artikel di blog UN!K 77 / http://unic77.blogspot.com/ )
0 komentar:
Posting Komentar